Sekitar 10.000-an warga pulau Rempang-Galang yang tersebar di 16 Kampung Melayu Tua, terancam tergusur dan terusir dari ruang hidupnya yang telah mereka huni turun-temurun sejak 1834. Ruang hidup mereka diincar investor dan pebisnis rakus yang didukung rezim. Karena dianggap mampu menanam investasi Rp. 381 trilyun (hingga 2080), PT. Makmur Elok Graha (MEG) anak perusahaan Artha Graha yang sahamnya dimiliki oleh Tomy Winata diberikan konsesi 17.000 hektar oleh Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) selama 80 tahun untuk dijadikan Kawasan Bisnis Rempang Eco City, di pulau Rempang-Galang. Bahkan, KLHK melepaskan 7.560 Ha kawasan hutan yang penting bagi ekosistem hayati hanya untuk disulap menjadi kawasan industri.
Pada 7 September 2023, untuk mengawal investasi PT. MEG, tak kurang 1.000 petugas gabungan dari Polri, TNI, dan Ditpam BP Batam yang bersenjata peluru karet dan gas air mata sekaligus 60 armada lapis baja diturunkan untuk memperlancar proses pemasangan patok dan pengukuran tanah di pulau Rempang-Galang. Upaya ini ditolak keras oleh warga karena investasi tersebut bukan hanya menggusur ruang hidup mereka tetapi juga merusak ekosistem alamiah pulau Rempang-Galang. Akibatnya, bentrokan terjadi antara aparat gabungan versus warga yang menelan korban luka-luka, sekaligus korban gas air mata yang aparat tembakkan baik ke massa warga juga ke area sekolah yang mengakibatkan proses belajar mengajar terhenti dan semua siswa dievakuasi dari gedung sekolah. Tak puas dengan jatuhnya korban luka dan gas air mata, aparat menangkap 8 orang warga yang dianggap sebagai provokator.
Teks dan foto: Kolektifa
Dua video terakhir: inibatam.co.id